Teknik analisis Structural Equation Modelling (SEM) dapat dilakukan dengan bantuan berbagai software, salah satunya yaitu AMOS. AMOS dapat menjelaskan masalah pengukuran dan struktur dan selanjutnya digunakan untuk menganalisis dan menguji hipotesis. Kemampuan AMOS dalam bermacam-macam analisis dapat digunakan untuk : a) Mengestimasi koefisien yang tidak diketahui dari satu set persamaan linier terstruktur, b) Mengakomodasi model yang didalamnya termasuk variabel laten, c) Mengakomodasi pengukuran error baik dependen maupun independen, d) Mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan, dan saling ketergantungan.
Keseluruhan model dari SEM (Structural Equation Modelling) terdiri dari: (1) Model struktural (Structural Model) yaitu hubungan antara variabel laten (variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator untuk mengukurnya) endogen dan eksogen. (2) Model pengukuran (Measurement Model) yaitu hubungan antara indikator dengan variabel laten. Pengujian model struktural dan pengukuran yang digabung tersebut memungkinkan peneliti untuk menguji measurement error sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM serta melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.
Tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural terdiri dari 7 (tujuh) langkah, sebagai berikut (Ghozali, 2017: 61):
1. Pengembangan model berdasar teori
Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, yaitu perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dipilih oleh peneliti, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi hubungan antar variabel dalam model merupakan deduksi dari teori.
2. Menyusun diagram jalur
Diagram jalur menunjukkan alur hubungan kausal variabel eksogen dan endogen. Hubungan-hubungan kausal yang telah ada justifikasi teori dan konsepnya, divisualisasikan ke dalam gambar sehingga lebih mudah melihatnya dan lebih menarik. Jika hubungan kausal tersebut ada yang secara konseptual belum fit maka dapat di buat beberapa model yang kemudian diuji menggunakan SEM untuk mendapatkan model yang lebih tepat.
3. Merubah diagram jalur ke dalam persamaan struktural
Menyusun persamaan struktural yaitu menghubungkan konstruk laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest. Setelah model teoritis dikembangkan dan digambarkan kedalam sebuah diagram alur, maka selanjutnya mengkonversi model tersebut ke dalam persamaan struktural dalam bentuk model matematika. Persaman structural dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Menurut Ferdinand (2014:42) persamaan structural pada dasarnya dapat dibangun dengan pedoman berikut:
Variabel endogen = variabel eksogen + variabel endogen + Error
Sebagai contoh, persaman struktural model penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Y1 = b11 X1 + b21 X2 + d1
Y2 = b12 X1 + b22 X2 + g1 Y1 + d1
Dimana:
Y1 = Kepuasan kerja
Y2 = Kinerja pegawai
X1 = Komunikasi organisasi
X2 = Penggunaan teknologi informasi
b = koefisien regresi variabel eksogen terhadap variabel endogen
g = koefisien regresi variabel endogen terhadap variabel endogen
d = error atau residual
4. Memilih matrik input
Input penelitian ini menggunakan matriks varians atau konvarians, karena matrik ini memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda. Penggunaan matriks varian/kovarians pada saat pengujian teori sebab lebih memenuhi asumsi – asumsi metodologi dimana standar error menunjukkan angka yang lebih akurat dibanding menggunakan matriks korelasi (Ghozali, 2017: 63).
5. Menilai identifikasi model struktural
Permasalahan yang sering muncul di dalam model struktural adalah proses pendugaan parameter. Analisis SEM hanya dapat dilakukan apabila hasil identifikasi model menunjukkan bahwa model termasuk dalam kategori over-identified, yaitu model yang jumlah parameter estimasi lebih kecil dari jumlah data varian dan kovariannya sehingga menghasilkan nilai df positif (Ghozali, 2017:65). Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai df (degrees of freedom) berdasarkan model yang telah dibuat.
6. Evaluasi kriteria Goodness-of-Fit
Adalah evaluasi kecocokan model yang ditujukan untuk mengevaluasi secara umum derajat kecocokan atau goodness of fit antara data dengan model.
a. Chi-Square statistics. Kriteria chi square diharapkan kecil (Ferdinand, 2014). semakin kecil nilai X² model semakin baik, dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value sebesar p> 0,05 (Ferdinand, 2014: 67).
b. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), merupakan suatu indeks yang digunakan untuk mengkonpensasi chi-square dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA ≤ 0,08 menunjukkan good fit. Nilai RMSEA antara 0,08 sampai 0,10 menunjukkan marginal fit, serta nilai RMSEA ≥0,10 menunjukkan poor fit (Ferdinand, 2014: 74)
c. GFI (Goodness of fit Index), merupakan ukuran non statistical yang mempunyai rentang nilai antara 0 sampai dengan 1. Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”. Nilai GFI ≥0,90 menunjukkan model yang baik (good fit) (Ferdinand, 2014: 68).
d. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), merupakan kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matrik kovarian sampel. Nilai AGFI antara 0 sampai 1 dan nilai AGFI ≥0,90 menunjukkan good fit, sedangkan 0,80 ≤ AGFI < 0,90 sering disebut sebagai marginal fit (Ferdinand, 2014: 69).
e. CMIN/DF (The Minimum Sample Discrepancy Function Devided with degrre of Freedom), merupakan statistic chisquare X² dibagi degree of freedom-nya sehingga disebut X² relative. CMIN/DF yang diharapkan adalah ≤2,0 (Ferdinand, 2014: 68)
f. TLI (Tucker Lewis Indeex), merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai TLI ≥ 0,95 menunjukkan model yang baik (good fit) (Ferdinand, 2014: 72).
g. CFI (Comparative Fit Index), rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai CFI ≥ 0,95 menunjukkan model yang baik (good fit) (Ferdinand, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menguji kecocokan antara data dengan model dilakukan dengan mengevaluasi secara umum derajat kecocokan atau goodness of fit. Model yang baik hendaknya memenuhi kriteria nilai chi square yang kecil, signifikansi ≥ 0,05, RMSEA ≤ 0,08, GFI ≥ 0,90, AGFI ≥ 0,90, CMIN/DF ≥ 0,90, TLI ≥ 0,95, dan CFI ≥ 0,95.
(Ferdinand, 2014: 77)
7. Interpretasi dan modifikasi model
Setelah melakukan evaluasi model secara keseluruhan serta penilaian Goodness of Fit Test (GOF) dan didapatkan model yang diuji ternyata tidak fit maka diperlukan modifikasi atau respesifikasi model. Modifikasi model pada program AMOS 22 dapat dilakukan dengan melihat output modification index.
Bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, tesis, atau disertasi, istilah seperti AMOS dan SmartPLS pasti sering terdengar dalam konteks analisis Structural Equation Modeling (SEM). Keduanya memang digunakan untuk menguji hubungan antar variabel dalam penelitian, tetapi memiliki pendekatan, fungsi, dan keunggulan yang berbeda. Memahami perbedaan keduanya akan membantu kamu memilih software yang paling sesuai dengan tujuan dan karakteristik datamu.
Perangkat lunak AMOS dan SmartPLS sama-sama digunakan untuk analisis Structural Equation Modeling (SEM), tetapi keduanya memiliki pendekatan dan tujuan analisis yang berbeda. AMOS menggunakan pendekatan covariance-based SEM (CB-SEM) yang berfokus pada pengujian dan konfirmasi teori melalui analisis kesesuaian model (goodness-of-fit) terhadap data. Oleh karena itu, AMOS lebih sesuai digunakan ketika peneliti memiliki landasan teori yang kuat, ukuran sampel yang besar, serta data yang berdistribusi normal. Sebaliknya, SmartPLS menerapkan pendekatan partial least squares SEM (PLS-SEM) yang menekankan pada kemampuan prediktif dan eksploratif model. PLS-SEM lebih fleksibel dalam menangani ukuran sampel kecil, data non-normal, dan konstruk formatif, sehingga lebih cocok untuk penelitian yang bersifat pengembangan teori atau prediksi hubungan antar variabel.
Dalam praktiknya, AMOS menyediakan berbagai ukuran model fit seperti CFI, RMSEA, dan Chi-Square untuk menilai sejauh mana model teoretis sesuai dengan data empiris, sementara SmartPLS lebih berfokus pada ukuran reliabilitas, validitas, serta daya prediksi seperti R², f², dan Q². Dengan demikian, pemilihan antara AMOS dan SmartPLS hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian: gunakan AMOS untuk mengonfirmasi teori dengan data yang memenuhi asumsi statistik, dan gunakan SmartPLS untuk mengeksplorasi model atau memprediksi hubungan antar konstruk pada kondisi data yang lebih kompleks atau terbatas.
SEM PLS